Kemendag Bongkar Alasan Produsen Sunat Isi MinyaKita

Sedang Trending 3 hari yang lalu

Jakarta -

Kementerian Perdagangan (kemendag) bersama Satgas Pangan Polri melakukan pengawasan dan pengecekan langsung peredaran MinyaKita di masyarakat. Hal ini dilakukan seiring maraknya temuan produk MinyaKita tidak sesuai takaran.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan MinyaKita pada dasarnya merupakan minyak goreng rakyat yang didapat dari skema home marketplace responsibility (DMO) perusahaan-perusahaan eksportir CPO.

Dalam hal ini setiap perusahaan yang ingin ekspor CPO diwajibkan untuk menyalurkan minyak goreng rakyat untuk pemenuhan stok domestik terlebih dahulu dalam bentuk Minyakita. Sesuai dengan Permendag Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun karena pasokan minyak goreng dari skema DMO ini terbatas, sesuai jumlah CPO yang ingin diekspor perusahaan, maka para produsen MinyaKita kita ini kemudian mulai menggunakan minyak goreng komersial. Hal ini dilakukan untuk menambah jumlah kemasan MinyaKita yang bisa dipasarkan.

"Ini karena perusahaannya memang nakal ya, dia kan ingin memproduksi banyak. Makanya dia memproduksi biar nggak ketahuan mungkin ya, makanya dia pakai yang non-DMO. Dengan pakai minyak komersial tadi dia produksi," jelas Budi dalam konferensi pers temuan produsen MinyaKita nakal di Kabupaten Karawang, Kamis (13/3/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang menegaskan sejauh ini temuan MinyaKita yang tidak sesuai takaran bukan minyak goreng rakyat yang berasal dari pasokan DMO.

"Perlu kami pertegas, minyak DMO itu merupakan minyak yang didapat oleh pelaku usaha berdasarkan ekspor yang diterima oleh produsen yang ingin melakukan ekspor," kata Moga.

Ia menjelaskan minyak goreng rakyat hasil pasokan DMO rata-rata hanya 160.000-170.000 ton per bulan. Padahal kebutuhan minyak goreng murah mencapai 257.000 ton per bulan. Untuk menutupi selisih jumlah pasokan DMO itulah kemudian para produsen nakal mulai menggunakan minyak goreng komersial dan mengemasnya kembali dengan merek MinyaKita.

"Jumlahnya tidak sesuai kebutuhan di masyarakat. Rata-rata itu antara 160.000-170.000 ton. Sementara kebutuhan minyak goreng itu sebanyak 257.000 ton per bulannya," terang Moga.

"Untuk itu seperti kasus ini, karena pasokan DMO-nya hak ekspornya itu tidak banyak, pasokan tidak banyak, sementara dia mempunyai marque MinyaKita maka diisi dengan minyak non-DMO," jelasnya lagi.

Karena harga minyak goreng komersial lebih tinggi daripada minyak goreng hasil DMO, maka para produsen ini kemudian mengurangi isi MinyaKita tidak sesuai dengan informasi dalam kemasan.

"Supaya harganya tidak terlalu membuat perusahaan itu rugi, indikasinya ini menurut saya, makanya ukurannya dikurangi. Karena kalau minyak komersial kan bahan bakunya lebih mahal dibandingkan DMO. (Keuntungan dari) kurangi takaran," tegas Moga.

Simak Video 'Wamentan Sebut 3 Perusahaan Penyunat Minyakita Sudah Dilaporkan ke Polisi':

(fdl/fdl)

Selengkapnya
Sumber finance
finance