Jakarta -
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 52,6 triliun hingga Februari 2025. Realisasi itu tumbuh 2,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year connected year/yoy).
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengatakan pertumbuhan itu didorong oleh penerimaan bea keluar yang tumbuh signifkan 92,9% yoy atau mencapai Rp 5,4 triliun. Sementara itu, bea masuk terkumpul Rp 7,6 triliun atau terkoreksi 4,6%.
Meski begitu, Anggito melihat penurunan bea masuk sebagai sesuatu hal yang positif karena disebabkan tidak adanya bea masuk dari komoditas beras yang di awal tahun ini tidak ada impor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedikit ada koreksi di bea masuk, namun demikian ini adalah hal yang positif karena kalau kita lihat tahun 2024 ada bea masuk dari impor beras, sementara 2025 tidak ada impor beras di awal tahun ini," kata Anggito dalam konferensi pers APBN KiTa di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).
Sementara itu, peningkatan penerimaan bea keluar disumbang dari produk sawit karena adanya kenaikan harga CPO pada Februari 2025 mencapai US$ 955/MT. Harga itu lebih tinggi 18,5% dibandingkan tahun 2024 yang sebesar US$ 806/MT.
Penerimaan cukai sampai Februari 2025 juga turun 2,7% atau terkumpul Rp 39,6 triliun. Hal itu dipengaruhi oleh cukai hasil tembakau sebesar Rp 38,4 triliun atau turun 2,6% karena turunnya produksi rokok pada November-Desember 2024 sebagai ground perhitungan Januari-Februari 2025.
Penurunan produksi rokok di akhir 2024 dipengaruhi oleh tidak adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau di awal 2025.
"Tahun 2025 kita tidak menerapkan kenaikan tarif cukai sehingga tidak ada pembelian dari pita cukai yang biasanya cukup tinggi pada waktu pemerintah melakukan adanya kenaikan dari tarif cukai," jelas Anggito.
Simak juga Video: Viral Bea Masuk Barang Tinggi, Komisi XI DPR Akan Panggil Bea Cukai-Menkeu
(acd/acd)